SEBAIKNYA ORANG TUA LEBIH WASPADA TERHADAP PENGGUNAAN HP ANAKNYA

Minggu, 25 Oktober 2009

DAMPAK HP BAGI PELAJAR DI SEKOLAH

700 Pictures, Images and Photos
DAMPAK HP DI SEKOLAH BAGI PELAJAR SMP
( Hermadi )

DAMPAK POSITIF
  1. Mempermudah Komunikasi
  2. Menambah pengetahuan perkembangan teknologi
  3. Memperluas jaringan persahabatan


DAMPAK NEGATIF
  1. Bermain game saat guru menjelaskan pelajaran merupakan bukti nyata bahwa HP mudah mengalihkan perhatian peserta didik dari pelajaran
  2. Peserta didik lebih tertarik pada fitur yang tersedia di HP seperti : kamera, games, gambar, dan lain-lain, dari pada tugas-tugas mata pelajaran.
  3. Peserta didik sering disibukkan dengan SMS, miscall, baik mengirim maupun menerima, baik dari teman maupun dari keluarga sendiri.
  4. Dengan HP peserta didik mudah melakukan kecurangan baik pada waktu ujian maupun ulangan.
  5. Efek buruk terhadap kesehatan. Perkembangan kesehatan/pertumbuhan anak lambat laun akan terganggu. Aktifitas yang seharusnya untuk bermain-main/berolah raga, cukup digantikan dengan aktifitas duduk sambil tersenyum-senyum karena asyik SMS an dengan teman, atau yang dianggap pacar ?.
  6. Rawan terhadap kejahatan. Pelajar yang ber HP merupakan salah satu incaran bagi yang akan berbuat jahat.
  7. Pemborosan yang sia-sia. Tidak perduli uang saku, tidak perduli uang buku, yang penting pulsa HP ku. Orang tua sering ditipu, SMS dan MISCALL yang nomor satu. ( lebih-lebih jika orang tunya BUTEK atau GAPTEK )
  8. Sangat berpotensi mempengaruhi sikap dan prilaku siswa. Jika tidak ada kontrol dari orang tua dan guru, HP mudah untuk mengirim dan menerima gambar-gambar yang berbau porno yang sama sekali tidak layak dilihat oleh pelajar-pelajar seusia SMP. Hal ini yang akan membuat anak dewasa sebelum waktunya.
  9. Sering menimbulkan cemburu sosial baru. Yang mempunyai HP lebih mahal dan lebih baru dengan fasilitas lengkap, menimbulkan rasa malu bagi yang HP nya sudah usang dan tidak laku.
  10. Diruang belajar tidak untuk belajar ilmu, tapi untuk SMS-SMS an melulu.

Maka ada baiknya jika orangtua/wali peserta didik lebih hati-hati dan bijaksana dalam menyetujui anaknya memilih dan menggunakan HP, khususnya bagi pelajar yang masih anak-anak. Jika tidak sangat diperlukan sebaiknya jangan dulu diberi kesempatan menggunakan HP secara permanen.

Mari kita selamatkan anak-anak didik dari penyalah gunaan teknologi maju. 

Oleh karena itu “ TATA TERTIB PESERTA DIDIK “ SMP Negeri 1 Wonopringgo melarang peserta didik membawa HP ke sekolah pada jam pelajaran sekolah. Bagi yang melakukan pelanggaran akan dikenakan sanksi yang tegas, dan memungkinkan HP diminta sekolah untuk diberikan setelah peserta didik tamat belajar. Dukungan semua pihak sangat diharapkan demi tegaknya ketertiban dan ketahanan sekolah.

======== OSIS SMP 1 WONOPRINGGO ======= 

Minggu, 11 Oktober 2009

Pendidikan dan Kebudayaan

PERLUNYA PEMAHAMAN KEBUDAYAAN JAWA DI SEKOLAH
( Hermadi )

Kebudayaan dalam arti yang luas dapat diterjemakan sebagai berikut :
“ Semua hasil cipta, rasa, karsa, dan karya manusia, yang dapat digunakan untuk memudahkan hidup “ Dengan demikian maka tradisi, adat istiadat/prilaku, akhlaq/budi pekerti, tempat tinggal, pergaulan, dan bahasa, semuanya dapat dikatakan kebudayaan atau hasil budaya.
Dimasa lampau, kebudayaan Jawa ini kental dengan ajaran agama. Dalam hal ini agama Islam. Kita bisa menyimak sejarah masa lalu bagaimana peranan Wali Sanga dalam menyiarkan agama Islam. Kita bisa menyimak gelar raja-raja Mataram Islam yang menggunakan sebutan “ Senopati Ing Alaga Ngabdurrahman Sayidin Panatagama “ ( artinya kurang lebih : Panglima Perang dan juga Ulama yang berhak mengatur kehidupan keagamaan Islam )
Oleh karena itu untuk memperkenalkan budaya Jawa yang memang sudah kental dengan agama Islam didaerah Pekalongan dan sekitarnya sebetulnya tidak ada masalah. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu untuk diluruskan. Seperti misalnya budaya syukuran dalam membangun rumah ( menaikkan Molo ), Ruwatan disertai dengan mengadakan pagelaran wayang ( bagi anak yang harus diruwat : bocah sukerta ), Tedhak Siti, Menyembah kepada manusia ( Raja ), dan lain-lain apabila tidak diluruskan akan memberikan pengertian yang lain. Menyembah dalam budaya Jawa sama sepeti menghormat dalam budaya asing ( Eropa / negara Barat }, misalnya : Menghormat pada jabatan yang lebih tinggi, Menghormat pada bendera, ( waktu upacara ), Sungkem pada orang tua, dan lain-lain.
Memudarnya kebesaran kraton Jawa dimasa lampau yang disebabkan oleh bercokolnya penjajah selama ratusan tahun dibumi Nusantara ini, ikut menyempitkan pengertian ke Islaman budaya Kraton. Hal inilah yang sering dianggap oleh saudara kita yang beragana Islam tidak ada manfaatnya mempelajari dan melestarikan Budaya Jawa. Penjajahan dibumi Nusantara disamping menyalah artikan budaya Jawa juga menyempitkan ruang lingkup dan penggunaan bahasa Jawa. Namun satu hal yang dapat dibanggakan adalah kebudayaan Jawa merupakan kebudayaan yang mampu mewarnai Kebudayaan Nasional. Pendidikan disekolah merupakan sarana yang sangat penting untuk ikut meluruskan dan melestarikan Kebudayaan Jawa.

Masalah Yang Dihadapi
Kadang guru lupa berpikir, perlukah anak diberikan pertanyaan-pertanyaan lebih dahulu sebelum guru yang bersangkutan menyampakan materi pelajaran. Sepintas lalu masalah ini kelihatannya sederhana, tetapi sebetulnya pantas untuk direnungkan. Sebab dengan adanya pertanyaan atau evaluasi materi sebelumnya, atau bahkan materi yang akan disampaikan, guru dapat mempunyai gambaran sampai sejauh mana siswa mengetahui atau menguasai pelajaran yang sudah atau sedang diberikan.
Karena didalam menyampaikan pelajaran seorang guru terikat oleh kurikulum dan alokasi waktu, maka kadang pemberian pertanyaan baik sebelum atau sesudah mengajar sering terlupakan, bahkan terabaikan. Asalkan sudah merasa menerangkan dengan jelas dan tidak ada pertanyaan dari si anak didik, guru sudah merasa puas dan bersiap-siap menyampaikan materi pelajaran berikutnya. Hal ini berlangsung bertahun-tahun tanpa terlintas untuk berpikir apakah langkahnya sudah benar dan apa kah materi yang disampaikan sudah dipahami oleh anak didik.
Mata Pelajaran Muatan Lokal Bahasa Jawa mungkin merupakan salah satu mata pelajaran yang tidak disukai anak didik. Karena disamping sukar dipahami, juga dianggap kurang bermanfaat di dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi untuk wilayah Pekalongan dan sekitarnya. Walaupun disadari bahwa bahasa Jawa digunakan sebagai bahasa komunikasi sehari-hari, namun sering dijumpai kata yang diucapkan atau digunakan dalam pergaulan sehari-hari banyak yang berbeda bahkan bertentangan dengan kata atau bahasa yang diajarkan disekolah. Hal ini disadari oleh semua pihak, baik guru, siswa, maupun masyarakat itu sendiri. Itulah tantangan nyata yang dihadapi oleh para guru sebagai pendidik dan pengajar bahasa Jawa. Mungkin tantangan yang paling berat yang ada didepan mata kita.
Apalagi kalau menyangkut masalah unggah-ungguh basa, yaitu pengetrapan atau penggunaan bahasa yang berbeda tergantung kepada siapa kita berbicara. Ini yang paling sukar dipahami. Berbicara dengan lawan bicara yang sebaya, yang lebih tua, atau yang lebih muda, kata yang digunakan akan berbeda. Ukuran untuk menentukan sebaya, lebih tua, atau lebih muda, tidak hanya didasarkan pada usia atau umur saja, melainkan lebih dari itu, yalah didasarkan pada derajat dan kedudukannya di tengah-tengah masyarakat. Inilah yang waktu tanggal 28 Oktober 1928 pada Konggres Pemuda yang ke II ( Sumpah Pemuda ), para peserta tidak ikhlas mengangkat bahasa Jawa menjadi bahasa persatuan Indonesia atau Bahasa Indonesia , salah satu diantara sebabnya karena bahasa Jawa dianggap bahasa Feodal yang membeda-bedakan derajat, pangkat, dan golongan.
Didalam belajar Bahasa Jawa disamping dibutuhkan hafalan seperti juga bahasa yang lain, juga dibutuhkan pemikiran dan penalaran. Sasarannya sama, lawan bicaranya sama, yaitu manusia, hanya saja didalam masyarakat Jawa, sikap menghormat kepada orang lain terutama kepada yang lebih tua, tidak hanya ditunjukkan dengan tingkah laku saja, melainkan juga ditunjukkan dengan penggunaa bahasanya. Oleh karena itu guru bahasa Jawa dituntut untuk dapat memberikan penjelasan dan gambaran kepada anak didik tentang kedudukan orang per-orang dimasyarakat, terutama yang berkaitan dengan statusnya, bukan untuk masyarakat Jawa saja, melainkan juga untuk masyarakat luas.
Menyadari keadaan dan kenyataan yang demikian, maka guru bahasa Jawa perlu menemukan cara atau metode yang tepat bagaimana menyampaikan pelajaran supaya mudah dimengerti dan dipahami oleh si anak didik, sehingga mereka ingin mengerti lebih jauh tentang Bahasa dan Kebudayaan Jawa. Adalah suatu hal yang ironis jika menggunakan bahasa Jawa sebagai alat komunikasi sehari-hari, tetapi tidak tahu cara menggunakan bahasa yang baik dan benar.
Yang namanya bahasa, disamping sarana komunikasi dalam pergaulan, juga merupakan sarana untuk mempelajari adat istiadat, tingkah laku, tradisi, dan juga wacana / wawasan kebudayaannya. Satu hal utama yang tidak boleh diabaikan adalah bagaimana cara menumbuhkan kesadaran bagi si anak didik supaya mereka tertarik untuk mempelajari dan menghayati bahasa serta budaya Jawa. Kalau hal ini dapat tercapai, maka pada gilirannya, Kebudayaan Jawa yang dikenal dengan budaya yang adi luhung itu ( indah, mulia, dan bernilai tinggi ), akan lebih mewarnai terwujudnya Kebudayaan Nasional Indonesia.

Rabu, 07 Oktober 2009

PERLUNYA PENGENALAN BUDAYA JAWA PADA PEMBELAJARAN BAHASA JAWA

( Hermadi, S.Pd )

A. TINJAUAN UMUM

Bahasa Jawa merupakan bahasa yang digunakan sebagai bahasa pergaulan sehari-hari di daerah Jawa, khususnya Jawa Tengah. Hal ini tidak mengherankan karena kejayaan kehidupan kraton dimasa lampau banyak terdapat di daerah Jawa Tengah dibanding di daerah Jawa yang lain.

Kehidupan dan kejayaan kerajaan Mataram Islam di Jawa, misalnya Kerajaan Surakarta Hadiningrat, dan juga Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat, ikut memberikan andil mengapa bahasa Jawa banyak diketahui dan digunakan sebagai bahasa sehari-hari dalam pergaulan keluarga, maupun dalam pergaulan di masyarakat Jawa.

Meskipun disamping bahasa Jawa juga ada bahasa lain yang juga banyak digunakan, yaitu bahasa Melayu, yang sejak Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 diangkat sebagai bahasa persatuan Indonesia, namun penggunaan dan pelestarian bahasa Jawa merupakan keperluan dan kewajiban kita bersama. Terlebih dalam usaha menggali dan mewujudkan kebudayaan Nasional. Tidak dapat dipungkiri, bahwa Kebudayaan Nasional kita banyak yang diolah dan diambil dari Kebudayaan Jawa.

Bahasa Jawa merupakan salah satu hasil Kebudayaan Jawa, Oleh karenanya untuk melestarikan Kebudayaan Jawa tentu saja tidak dapat dilepaskan dari penggunaan bahasanya.

Dengan diterapkannya Kurikulum Berbasis Kompetensi ( KBK ), yang kemudian diganti dengan KTSP, kita mempunyai peluang yang sebanyak-banyaknya untuk ikut mengembangkan dan melestarikan Kebudayaan Jawa, lengkap beserta adat istiadat dan bahasa pergaulannya.

Sudah barang tentu, nilai-nilai yang dipelajarari, dilestarikan, dan dikembangkan adalah nilai-nilai positip yang membawa dampak kehidupan sosial dan kehidupan kultural beserta pola pikir yang tidak berlawanan dengan ajaran agama serta tidak ketinggalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan.

Untuk mempelajari, mengembangkan, serta melestarikan Kebudayaan Jawa secara benar dan terarah, maka tidak ada jalan lain kecuali melalui dunia pendidikan.
Pendidikan yang benar harus dapat merubah dan membawa pola pikir anak didik ke arah yang lebih mapan, sesuai dengan pokok-pokok masalah yang dipelajari dan dikembangkan dengan tidak mengabaikan / menghilangkan nilai-nilai historis yang terkandung didalamnya.

Pada gilirannya, pendidikan yang benar dan terarah tersebut akan membawa perubahan berskala luas didalam kehidupan sosial masyarakat, khususnya masyarakat Jawa. Dalam hal Pendidikan dan Kebudayaan, prinsip yang diajarkan di sekolah harus menyesuaikan kondisi dilingkungan adalah prinsip yang salah. Prinsip yang benar adalah lingkungan masyarakat perlu dirubah dan disesuaikan dengan tujuan dan hakekat pendidikan. Tentu saja perubahan kearah ini akan memakan waktu yang lama. Tetapi lambat laun pola pikir masyarakat tentu akan bergeser sesuai dengan pola pikir yang dibenarkan dan diterapkan di dunia pendidikan.

Pendidikan merupakan suatu proses pembentukan jiwa manusia, yang memungknkan untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi dan kemampuan serta kemauan yang ada padanya , termasuk latar belakang asal-usulnya.
Ditinjau dari segi martabat dan derajatnya, jelas bahwa pendidikan merupakan kebutuhan yang paling hakiki. Kita tentu atidak akan mau kalau dikatakan sebagai orang yang tidak berpendidikan dan tidak berpengetahuan.
Anak didik merupakan obyek sehari-hari yang harus dihadapi dan ditangani oleh seorang guru. Oleh karenanya, tugas sehari-hari seorang guru jangan hanya menyampaikan seluruh materi pelajaran saja, melainkan juga harus mampu menemukan cara bagaimana supaya pelajaran yang disampaikan dapat dipahami dan dihayati oleh siswa sehingga dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya untuk pendidikan yang berkaitan langsung dengan pergaulan di masyarakat sehari-hari.
Kita sering lupa bahwa bahwa didepan mata kita adalah anak didik yang mempunyai kemauan dan kemampuan yang berbeda-beda, dengan latar belakang dan kegemaran serta adat istiadat yang berlainan pula. Kita lupa berpikir apakah pelajaran yang kita sampaikan menarik bagi si anak didik, ataukah sebaliknya. Tentu saja ini berlaku untuk semua guru materi pelajaran. Kemampuan si anak dalam menjawab pertanyaan dari guru bisa disebabkan karena bermacam-macam faktor, misalnya :
a. Anak memang cerdas dalam berpikir ( termasuk anak pandai ).
b. Anak suka pada guru yang membawakan pelajaran.
c. Anak memang suka pada pelajaran yang diajarkan.
d. Anak memang sudah belajar sebelumnya.
e. Pertanyaan yang disampaikan memang mudah untuk dijawab.
f. Anak merasa tertekan dan takut sehingga jauh sebelumnya berusaha belajar, dan kebetulan pertanyaannya sama dengan yang dipelajari.

Yang sangat memprihatinkan adalah kalu abak merasa tertekan dan takut sehingga belajar dengan terpaksa, dan kebetulan pertanyaannya sama seperti yang dipelajari.


B. KEBUDAYAAN JAWA

Kebudayaan dalam arti yang luas dapat diterjemakan sebagai berikut :
“ Semua hasil cipta, rasa, karsa, dan karya manusia, yang dapat digunakan untuk memudahkan hidup “ Dengan demikian maka tradisi, adat istiadat/prilaku, akhlaq/budi pekerti, tempat tinggal, pergaulan, dan bahasa, semuanya dapat dikatakan kebudayaan atau hasil budaya.
Dimasa lampau, kebudayaan Jawa ini kental dengan ajaran agama. Dalam hal ini agama Islam. Kita bisa menyimak sejarah masa lalu bagaimana peranan Wali Sanga dalam menyiarkan agama Islam. Kita bisa menyimak gelar raja-raja Mataram Islam yang menggunakan sebutan “ Senopati Ing Alaga Ngabdurrahman Sayidin Panatagama “ ( artinya kurang lebih : Panglima Perang dan juga Ulama yang berhak mengatur kehidupan keagamaan Islam )
Oleh karena itu untuk memperkenalkan budaya Jawa yang memang sudah kental dengan agama Islam didaerah Pekalongan dan sekitarnya sebetulnya tidak ada masalah. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu untuk diluruskan. Seperti misalnya budaya syukuran dalam membangun rumah ( menaikkan Molo ), Ruwatan disertai dengan mengadakan pagelaran wayang ( bagi anak yang harus diruwat : bocah sukerta ), Tedhak Siti, Menyembah kepada manusia ( Raja ), dan lain-lain apabila tidak diluruskan akan memberikan pengertian yang lain. Menyembah dalam budaya Jawa sama sepeti menghormat dalam budaya asing ( Eropa / negara Barat }, misalnya : Menghormat pada jabatan yang lebih tinggi, Menghormat pada bendera, ( waktu upacara ), Sungkem pada orang tua, dan lain-lain.
Memudarnya kebesaran kraton Jawa dimasa lampau yang disebabkan oleh bercokolnya penjajah selama ratusan tahun dibumi Nusantara ini, ikut menyempitkan pengertian ke Islaman budaya Kraton. Hal inilah yang sering dianggap oleh saudara kita yang beragana Islam tidak ada manfaatnya mempelajari dan melestarikan Budaya Jawa. Penjajahan dibumi Nusantara disamping menyalah artikan budaya Jawa juga menyempitkan ruang lingkup dan penggunaan bahasa Jawa. Namun satu hal yang dapat dibanggakan adalah kebudayaan Jawa merupakan kebudayaan yang mampu mewarnai Kebudayaan Nasional. Pendidikan disekolah merupakan sarana yang sangat penting untuk ikut meluruskan dan melestarikan Kebudayaan Jawa.

C. Masalah Yang Dihadapi
Kadang guru lupa berpikir, perlukah anak diberikan pertanyaan-pertanyaan lebih dahulu sebelum guru yang bersangkutan menyampakan materi pelajaran. Sepintas lalu masalah ini kelihatannya sederhana, tetapi sebetulnya pantas untuk direnungkan. Sebab dengan adanya pertanyaan atau evaluasi materi sebelumnya, atau bahkan materi yang akan disampaikan, guru dapat mempunyai gambaran sampai sejauh mana siswa mengetahui atau menguasai pelajaran yang sudah atau sedang diberikan.

Karena didalam menyampaikan pelajaran seorang guru terikat oleh kurikulum dan alokasi waktu, maka kadang pemberian pertanyaan baik sebelum atau sesudah mengajar sering terlupakan, bahkan terabaikan. Asalkan sudah merasa menerangkan dengan jelas dan tidak ada pertanyaan dari si anak didik, guru sudah merasa puas dan bersiap-siap menyampaikan materi pelajaran berikutnya. Hal ini berlangsung bertahun-tahun tanpa terlintas untuk berpikir apakah langkahnya sudah benar dan apa kah materi yang disampaikan sudah dipahami oleh anak didik.

Mata Pelajaran Muatan Lokal Bahasa Jawa mungkin merupakan salah satu mata pelajaran yang tidak disukai anak didik. Karena disamping sukar dipahami, juga dianggap kurang bermanfaat di dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi untuk wilayah Pekalongan dan sekitarnya. Walaupun disadari bahwa bahasa Jawa digunakan sebagai bahasa komunikasi sehari-hari, namun sering dijumpai kata yang diucapkan atau digunakan dalam pergaulan sehari-hari banyak yang berbeda bahkan bertentangan dengan kata atau bahasa yang diajarkan disekolah. Hal ini disadari oleh semua pihak, baik guru, siswa, maupun masyarakat itu sendiri. Itulah tantangan nyata yang dihadapi oleh para guru sebagai pendidik dan pengajar bahasa Jawa. Mungkin tantangan yang paling berat yang ada didepan mata kita.
Apalagi kalau menyangkut masalah unggah-ungguh basa, yaitu pengetrapan atau penggunaan bahasa yang berbeda tergantung kepada siapa kita berbicara. Ini yang paling sukar dipahami. Berbicara dengan lawan bicara yang sebaya, yang lebih tua, atau yang lebih muda, kata yang digunakan akan berbeda. Ukuran untuk menentukan sebaya, lebih tua, atau lebih muda, tidak hanya didasarkan pada usia atau umur saja, melainkan lebih dari itu, yalah didasarkan pada derajat dan kedudukannya di tengah-tengah masyarakat. Inilah yang waktu tanggal 28 Oktober 1928 pada Konggres Pemuda yang ke II ( Sumpah Pemuda ), para peserta tidak ikhlas mengangkat bahasa Jawa menjadi bahasa persatuan Indonesia atau Bahasa Indonesia , salah satu diantara sebabnya karena bahasa Jawa dianggap bahasa Feodal yang
membeda-bedakan derajat, pangkat, dan golongan.
Didalam belajar Bahasa Jawa disamping dibutuhkan hafalan seperti juga bahasa yang lain, juga dibutuhkan pemikiran dan penalaran. Sasarannya sama, lawan bicaranya sama, yaitu manusia, hanya saja didalam masyarakat Jawa, sikap menghormat kepada orang lain terutama kepada yang lebih tua, tidak hanya ditunjukkan dengan tingkah laku saja, melainkan juga ditunjukkan dengan penggunaa bahasanya. Oleh karena itu guru bahasa Jawa dituntut untuk dapat memberikan penjelasan dan gambaran kepada anak didik tentang kedudukan orang per-orang dimasyarakat, terutama yang berkaitan dengan statusnya, bukan untuk masyarakat Jawa saja, melainkan juga untuk masyarakat luas.
Menyadari keadaan dan kenyataan yang demikian, maka guru bahasa Jawa perlu menemukan cara atau metode yang tepat bagaimana menyampaikan pelajaran supaya mudah dimengerti dan dipahami oleh si anak didik, sehingga mereka ingin mengerti lebih jauh tentang Bahasa dan Kebudayaan Jawa. Adalah suatu hal yang ironis jika menggunakan bahasa Jawa sebagai alat komunikasi sehari-hari, tetapi tidak tahu cara menggunakan bahasa yang baik dan benar.
Yang namanya bahasa, disamping sarana komunikasi dalam pergaulan, juga merupakan sarana untuk mempelajari adat istiadat, tingkah laku, tradisi, dan juga wacana /
wawasan kebudayaannya. Satu hal utama yang tidak boleh diabaikan adalah bagaimana cara menumbuhkan kesadaran bagi si anak didik supaya mereka tertarik untuk mempelajari dan menghayati bahasa serta budaya Jawa. Kalau hal ini dapat tercapai, maka pada gilirannya, Kebudayaan Jawa yang dikenal dengan budaya yang adi luhung itu ( indah, mulia, dan bernilai tinggi ), akan lebih mewarnai terwujudnya Kebudayaan Nasional Indonesia.

D. MATERI PEMBELAJARAN
Materi pembelajaran Bahasa Jawa adalah sebagai berikut :
1. Kawruh Basa
Yaitu mengenal arti bahasa dalam menggunakan bahasa Jawa sehari-hari.
2. Paramasastra
Yaitu memahami tata bahasa dalam bahasa Jawa
3. Unggah-ungguh Basa
Yaitu cara menggunakan bahasa( pengucapan )terhadap orang yangdibicarakan atau
lawan bicara.Bahasa Jawa mengenal umur,derajat,pangkat,orang yang dibicarakan
atau lawan bicara.
4. Kasusastran
Yaitu mengupas masalah hasil karya sastra, baik sastra lama( Kuna )maupun modern.
5. Aksara Jawa
Yaitu mempelajari dan memahami aksara Jawa


Bersambung .....